Kehidupan: hidupku
Adalah misteri yang kelam
Bercabang dan bercahaya suram
Dan inilah hidup: kehidupan
Duniaku...
Dan manusia masih saja bertanya tentang arti hidup. Beberapa mencari.
Beberapa mendiamkannya ke dalam lipatan buku, lalu membalik halaman
berikutnya. Beberapa melompat jauh ke belakang. (Mencoba) memaknai
kelahiran mereka. Menjadi manusia baru yang tidak tahu apa-apa. Tidak
tahu siapa dan mengapa. Telanjang. Lalu menangis dan pasrah.Adalah misteri yang kelam
Bercabang dan bercahaya suram
Dan inilah hidup: kehidupan
Duniaku...
Siapa yang mengetahui tentang dirinya sendiri?
Dan inilah kehidupan. Yang terus-menerus berdenyut. Yang menghembuskan napas kemisteriusan. Yang bergerak diam-diam atau bisa secepat kilat. Yang mengurung dan membawa kita berputar-putar. Yang begitu cepatnya hingga merasa tidak bergerak. Maka jadilah kita sekecil debu. Dan lihatlah bagaimana luasnya bumi tempat kita hidup dan berpijak. Yang diam-diam bersumbu dengan putaran teratur atau mengelilingi matahari. Lalu planet dan bintang pun mendebu. Yang turut berputar mengelilingi pusat galaksi. Galaksi yang juga berputar mengelilingi entah.
Dan suara dentuman pun menggelegar. Menggetarkan tanah. Mengejutkan para sahabat yang menganggap itu adalah gempa. Sang Teladan lalu bertanya. Lalu berkata setelah takada yang menjawab. “Sesungguhnya itu adalah sebuah batu yang telah dijatuhkan Sang Maha ke dalam neraka jauh sebelum manusia ada. Dan kini, batu itu telah mencapai dasarnya.” Tanyakan pada diri siapa kita sebenarnya. Tanyakan bagaimana satu hari di neraka sama dengan seribu tahun di dunia. Tanyakan dengan hati putih.
Kemisteriusan hidup memiliki banyak lorong. Masuk ke dalam lorong yang satu takbisa membuat kita kembali. Takbisa berandai-andai bagaimana kalau memilih lorong yang lain. Hidup sudah ada pada lorong kita sendiri. Lorong pilihan. Dan sosok itu menyadari. Sudah sangat menyadari. Kuliah yang tidak selesai. Mengembara tentang hakikat pekerjaan. Mendalami kepenulisan lalu sempat menumpang tidur. Benar-benar buta tentang hari esok.
Lalu siapakah kita?
Dan angin pun berbisik, “Jalani saja hidupmu hari ini. Jadikan hari kemarin sebagai pelajaran untuk menatap hari esok.” Sosok itu mengangguk. Hidupnya bagai lorong tak berujung. Bercabang-cabang dengan akhir yang entah. Berproses dan berusaha adalah kuncinya. Apabila semuanya begitu membingungkan, berpeganglah pada tongkat Sang Maha. Yang akan menuntunmu pada jalan cahaya......
0 komentar:
Post a Comment